Ayam jago mulai
berkokok. Matahari mulai muncul dari persembunyiannya. Pukul 06.00 pagi. “Arla, ayo cepat bangun! Ini udah siang. Kamu
mau sekolah apa enggak?”,suara mamaku membangunkanku dari tidur nyenyak
semalaman. “Iya, ma”,jawabku dengan
nada barmalas-malasan karena masih mengantuk. Langsung saja aku merapikan
tempat tidurku, segera mengambil handuk dan mandi, lalu memakai baju seragam,
dan sarapan pagi.
“Tadi
malam tidur jam berapa sih kok kamu bangunnya bisa kesiangan gini?” ,tanya mama sambil
mengambilkanku sarapan. “Arla banayk
tugas, mam. Jadinya nglembur deh.” ,jawabku dengan malas. “Makanya besok lagi kalau ada tugas jangan
suka ditunda. Segera kerjakan hari itu juga. Biar tugasnya tidak menumpuk kaya gitu.”
,nasihat mama kepadaku. “Iya iya, mam.”
,jawabku singkat sambil menyuap sarapan.
Sesampainya
disekoah. Sekolah masih terlihat lengang, padahal jam sudah menunjukkan pukul
07.05 pagi. 10 menit lagi bel masuk berdering. Tapi dimana teman teman-teman Arla? Kenapa mereka belum datang? Gumamku
dalam hati sambil berjalan menuju kelas. “Pagi,
Arla. Kok kayaknya ga semangat banget gitu sih? Ada apa? Cerita dong.” ,sapa Nita setelah
aku sampai didalam kelas. Hanya dia salah satu teman dekatku yang sudah datang.
“Ha? Enggak kok, aku nggak papa.”
,aku terpaksa berbohong dengan Nita. “Bener
nih? Lain kali cerita aja kalo kamu lagi ada masalah. Berhubung masih pagi masa
cenberut gitu sih? Senyum dong? Semangat kaka!” . “Iyadeh.” ,jawabku singkat dengan senyuman yang bisa dibilang
dipaksakan.
Aku terpaksa berbohong dengan Nita.
Karena aku pikir sekarang waktunya belum tepat untuk aku bercerita dengan
temen-temen dekatku termasuk Nita. Aku memang sedang mempunyai sedikit masalah.
Masalahku adalah masalah yang biasa dialami anak remaja pada umumnya. Bisa
dibilang virus jatuh cinya. Tanpaku sadari ternyata aku memilki perasaan
tersendiri terhadap salah satu teman cowok dikelasku. Permasalahan ini sedikit
menggangguku. Aku suka merasa sedikit tidak nyaman dan jika aku berada
didekatnya, jantungku terasa seperti mau lepas. Aku melamun, memikirkan
permasalahn yang kualami saat ini.
“Carlata
Salindri, hadir?” ,suara Pak Gino mengabsen Arla. Namun Arla masih saja
asik dalam lamunannya. “Carlata
Salindri?!” ,Pak Gino kembali memanggil Arla. Tapi tetap saja, Arla masih
belum tersadarkan diri dari lamunannya. Amel teman sebangku Arla akhirnya
mencubit tangan Arla. Sontak Arla kaget dan berteriak, “Aw! Kamu apaan sih, Mel? Main cubit-cubit aja, sakit tau.” ,Arla
sewot karena merasa kesakitan. Seluruh isi kelas mengarahkan pandangannya ke
meja tempat duduk Arla dan Amel. “Kamu
dipanggil Pak Gino, absen.” ,bisik Amel terhadap Arla. “Oh iya, Pak. Sa… saya sudah mengerjakan tugas yang diberikan bapak.”
,jawab Arla tidak nyambung karena gugup dan kaget. “Huuu…” ,seisi kelas memberi sorakan kepada Arla. Pak Gino hanya
geleng-geleng kepala lalu mengulangi kalimatnya tadi. “Carlata Salindi, hadir?” .
“I… iya, Pak. Saya hadir” ,jawab Arla dengan gugup dan bermuka seperti
udang rebus karena menahan malu.
“Baik,
karena dipelajaran saya kamu hanya melamun, silahkan Carlata Salindri
mengerjakan soal nomor 1 dipapan tulis, dan kamu Arvian Saputra silahkan
kerjakan soal nomor 2.” ,begitu perintah Pak Gino. Deg! Jantung Arla
lansung berdetak tak menentu. Dia bakal mengerjakan soal baerdampingan dengan
Arvi. Orang yang baru-baru ini menghantui kehidupannya. Badan Arla mulai
mengeluarkan keringat dingin karena sangat gugup. Beruntung soal yang harus ia
kerjakan adalah bukan soal yang sulit. Sehingga dengan cepat Arla bisa
menyelesaikannya. Arvi termasuk salah satu siswa yang memiliki kepribadian
dingin dan cuek, sehingga dia tidak peka
dengan sikap Arla tadi saat disampingnya yang terlihat sangat grogi.
“Arla,
kamu kenapa kok pucat gitu?” ,tanya Amel saat Arla kembali ketempat
duduknya. “Ha? Iyapo? Ah enggak papa
kok.” . “Beneran kamu nggak papa?”
,Amel terlihat khawatir. “Iya, santai
aja.” ,jawabku memberi kepastian bahwa aku baik-baik saja. Walaupun
sebenarnya aku membohongi Amel. Muka Arla pucat karena grogi saat berada
didekat Arvi tadi saat mengerjakan soal dipapan tulis. Lagi-lagi Arla
membohongi tamannya karena dia kembali berfikir belum saatnya teman-temannya
tau permasalahannya.
Teet!
Bunyi bel sekolah berdering. Pertanda jam istirahat dimulai. Seperti biasa
Arla dan teman-temannya menuju kekantin. “La,
kamu tadi kenapa kok habis ngerjain soal dipapan tulis treus kamu mukanya jadi
pucat?” ,Nanda membuka percakapan setelah kami semua duduk dibangku kantin.
“Kamu sakit, La?” ,lanjut Risa
menanyaiku. Sepertinya teman-temanku sangat mengkhawatirkan keadaanku. “Iya, kamu kenapa? Tadi pagi berangkat
sekolah kamu juga terlihat murung dan kaya ga ada semangat hidup gitu?”
,sambung Nita. “Kalai kamu ada masalah,
sini cerita aja sama kita. Kalau kita bisa pasti kita akan membantu kamu. Nggak
kaya biasanya lho, Arla jadi murung dan aneh kaya gini.” ,timpal Astri. “Aku enggak papa kok teman-teman. Aku cuma
agak sedikit ga enak badan aja.” ,jawabku singkat kepada teman-temanku.
Teman-temanku pasti curiga dengan sikapku ini. Aku tau mereka adalah orang yang
baik. Orang yang tidak tega jika temannya sendiri tertimpa masalah.
Sepulang
sekolah, Nita mengajak aku dan teman-teman pergi ke toko buku dekat sekolah.
Biasanya aku selalu paling semangat jika diajak ke toko buku. Tapi kali ini
beda. Aku merasa sangat malas dan letih. Sekarang yang aku inginkan hanyalah
tidur dan melepas lelah. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak bersama
teman-temanku pergi ketoko buku. Teman-temanku memaklumi keadaanku saat ini.
Yang teman-temanku tau, saat ini aku
sedang sakit. Setelah ayahku datang untuk menjemputku, aku segera pulang.
“Aku pulang dulu ya teman-teman.” ,pamitku kepada teman-temanku. “Get well soon, Arla.” ,seru
teman-teman kepadaku saat kendaraan ayah mulai berjalan.
Sesampainya dirumah, aku langsung
menuju kekamarku. “Arla kamu enggak makan
dulu?” ,tanya mama kepadaku. “Enggak
mam, nanti aja, Arla capek, mau tidur siang dulu.” ,jawabku menjelaskan. “Kamu sakit ya?” ,tanya mama
mengkhawatirkan keadaanku. “Enggak, mam.
Aku cuma capek aja” ,jawabku singkat. Lalu mama meninggalkanku. Aku segera
bergegas untuk berganti pakaian. Tidak lupa aku melaksanakan sholat dzuhur
terlebih dahulu. Setelah itu aku langsung merebahkan badanku ketempat tidur.
Entah mengapa aku ingin sekali tidur siang karena merasa sangat lelah.
Pukul 16.25. aku terbangun dari
tidur siangku. Yang membuat aku bangun adalah suara getaran dari handphoneku. Ada sebuah pesan singkat
masuk. Setelah aku buka kunci di hpku, ternyata yang mengirim pesan itu adalah
Arvi. Baru saja aku selesai membaca namanya, jantungku langsung berdegup tak
menentu. Lalu aku buka pesan singkat darinya. Arvi hanya mengirim pesan yang
berisi sekedar menyapa. Dengan lincah tanganku mulai menari-nari diatas keypad
handphoneku. Sejak saat itu aku mulai sering berkiriman pesan singkat
dengannya. Virus yang pernah kurasakan terhadapnya sepertinya semakin menjadi.
Aku berfikiran pesan singkat yang dia kirim kepadaku memiliki arti lain. Dan
kini, sosoknya adalah bukan sosok yang menghantuiku. Bahkan berubah drastis,
Arvi menjadi penyemangatku.
* * *
0 komentar:
Posting Komentar