Rabu, 09 Januari 2013

Hello Mellow (part 1)


Ayam jago mulai berkokok. Matahari mulai muncul dari persembunyiannya. Pukul 06.00 pagi. “Arla, ayo cepat bangun! Ini udah siang. Kamu mau sekolah apa enggak?”,suara mamaku membangunkanku dari tidur nyenyak semalaman. “Iya, ma”,jawabku dengan nada barmalas-malasan karena masih mengantuk. Langsung saja aku merapikan tempat tidurku, segera mengambil handuk dan mandi, lalu memakai baju seragam, dan sarapan pagi.
            “Tadi malam tidur jam berapa sih kok kamu bangunnya bisa  kesiangan gini?” ,tanya mama sambil mengambilkanku sarapan. “Arla banayk tugas, mam. Jadinya nglembur deh.” ,jawabku dengan malas. “Makanya besok lagi kalau ada tugas jangan suka ditunda. Segera kerjakan hari itu juga. Biar tugasnya tidak menumpuk kaya gitu.” ,nasihat mama kepadaku. “Iya iya, mam.” ,jawabku singkat sambil menyuap sarapan.
            Sesampainya disekoah. Sekolah masih terlihat lengang, padahal jam sudah menunjukkan pukul 07.05 pagi. 10 menit lagi bel masuk berdering. Tapi dimana teman teman-teman Arla? Kenapa mereka belum datang? Gumamku dalam hati sambil berjalan menuju kelas. “Pagi, Arla. Kok kayaknya ga semangat banget gitu sih? Ada apa? Cerita dong.” ,sapa Nita setelah aku sampai didalam kelas. Hanya dia salah satu teman dekatku yang sudah datang. “Ha? Enggak kok, aku nggak papa.” ,aku terpaksa berbohong dengan Nita. “Bener nih? Lain kali cerita aja kalo kamu lagi ada masalah. Berhubung masih pagi masa cenberut gitu sih? Senyum dong? Semangat kaka!” . “Iyadeh.” ,jawabku singkat dengan senyuman yang bisa dibilang dipaksakan.  
            Aku terpaksa berbohong dengan Nita. Karena aku pikir sekarang waktunya belum tepat untuk aku bercerita dengan temen-temen dekatku termasuk Nita. Aku memang sedang mempunyai sedikit masalah. Masalahku adalah masalah yang biasa dialami anak remaja pada umumnya. Bisa dibilang virus jatuh cinya. Tanpaku sadari ternyata aku memilki perasaan tersendiri terhadap salah satu teman cowok dikelasku. Permasalahan ini sedikit menggangguku. Aku suka merasa sedikit tidak nyaman dan jika aku berada didekatnya, jantungku terasa seperti mau lepas. Aku melamun, memikirkan permasalahn yang kualami saat ini.
            “Carlata Salindri, hadir?” ,suara Pak Gino mengabsen Arla. Namun Arla masih saja asik dalam lamunannya. “Carlata Salindri?!” ,Pak Gino kembali memanggil Arla. Tapi tetap saja, Arla masih belum tersadarkan diri dari lamunannya. Amel teman sebangku Arla akhirnya mencubit tangan Arla. Sontak Arla kaget dan berteriak, “Aw! Kamu apaan sih, Mel? Main cubit-cubit aja, sakit tau.” ,Arla sewot karena merasa kesakitan. Seluruh isi kelas mengarahkan pandangannya ke meja tempat duduk Arla dan Amel. “Kamu dipanggil Pak Gino, absen.” ,bisik Amel terhadap Arla. “Oh iya, Pak. Sa… saya sudah mengerjakan tugas yang diberikan bapak.” ,jawab Arla tidak nyambung karena gugup dan kaget. “Huuu…” ,seisi kelas memberi sorakan kepada Arla. Pak Gino hanya geleng-geleng kepala lalu mengulangi kalimatnya tadi. “Carlata Salindi, hadir?” . “I… iya, Pak. Saya hadir” ,jawab Arla dengan gugup dan bermuka seperti udang rebus karena menahan malu.
            “Baik, karena dipelajaran saya kamu hanya melamun, silahkan Carlata Salindri mengerjakan soal nomor 1 dipapan tulis, dan kamu Arvian Saputra silahkan kerjakan soal nomor 2.” ,begitu perintah Pak Gino. Deg! Jantung Arla lansung berdetak tak menentu. Dia bakal mengerjakan soal baerdampingan dengan Arvi. Orang yang baru-baru ini menghantui kehidupannya. Badan Arla mulai mengeluarkan keringat dingin karena sangat gugup. Beruntung soal yang harus ia kerjakan adalah bukan soal yang sulit. Sehingga dengan cepat Arla bisa menyelesaikannya. Arvi termasuk salah satu siswa yang memiliki kepribadian dingin dan cuek, sehingga  dia tidak peka dengan sikap Arla tadi saat disampingnya yang terlihat sangat grogi.
            “Arla, kamu kenapa kok pucat gitu?” ,tanya Amel saat Arla kembali ketempat duduknya. “Ha? Iyapo? Ah enggak papa kok.” . “Beneran kamu nggak papa?” ,Amel terlihat khawatir. “Iya, santai aja.” ,jawabku memberi kepastian bahwa aku baik-baik saja. Walaupun sebenarnya aku membohongi Amel. Muka Arla pucat karena grogi saat berada didekat Arvi tadi saat mengerjakan soal dipapan tulis. Lagi-lagi Arla membohongi tamannya karena dia kembali berfikir belum saatnya teman-temannya tau permasalahannya.
            Teet! Bunyi bel sekolah berdering. Pertanda jam istirahat dimulai. Seperti biasa Arla dan teman-temannya menuju kekantin. “La, kamu tadi kenapa kok habis ngerjain soal dipapan tulis treus kamu mukanya jadi pucat?” ,Nanda membuka percakapan setelah kami semua duduk dibangku kantin. “Kamu sakit, La?” ,lanjut Risa menanyaiku. Sepertinya teman-temanku sangat mengkhawatirkan keadaanku. “Iya, kamu kenapa? Tadi pagi berangkat sekolah kamu juga terlihat murung dan kaya ga ada semangat hidup gitu?” ,sambung Nita. “Kalai kamu ada masalah, sini cerita aja sama kita. Kalau kita bisa pasti kita akan membantu kamu. Nggak kaya biasanya lho, Arla jadi murung dan aneh kaya gini.” ,timpal Astri. “Aku enggak papa kok teman-teman. Aku cuma agak sedikit ga enak badan aja.” ,jawabku singkat kepada teman-temanku. Teman-temanku pasti curiga dengan sikapku ini. Aku tau mereka adalah orang yang baik. Orang yang tidak tega jika temannya sendiri tertimpa masalah.
            Sepulang sekolah, Nita mengajak aku dan teman-teman pergi ke toko buku dekat sekolah. Biasanya aku selalu paling semangat jika diajak ke toko buku. Tapi kali ini beda. Aku merasa sangat malas dan letih. Sekarang yang aku inginkan hanyalah tidur dan melepas lelah. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak bersama teman-temanku pergi ketoko buku. Teman-temanku memaklumi keadaanku saat ini. Yang teman-temanku  tau, saat ini aku sedang sakit. Setelah ayahku datang untuk menjemputku, aku segera pulang.  “Aku pulang dulu ya teman-teman.” ,pamitku kepada teman-temanku. “Get well soon, Arla.” ,seru teman-teman kepadaku saat kendaraan ayah mulai berjalan.
            Sesampainya dirumah, aku langsung menuju kekamarku. “Arla kamu enggak makan dulu?” ,tanya mama kepadaku. “Enggak mam, nanti aja, Arla capek, mau tidur siang dulu.” ,jawabku menjelaskan. “Kamu sakit ya?” ,tanya mama mengkhawatirkan keadaanku. “Enggak, mam. Aku cuma capek aja” ,jawabku singkat. Lalu mama meninggalkanku. Aku segera bergegas untuk berganti pakaian. Tidak lupa aku melaksanakan sholat dzuhur terlebih dahulu. Setelah itu aku langsung merebahkan badanku ketempat tidur. Entah mengapa aku ingin sekali tidur siang karena merasa sangat lelah.
            Pukul 16.25. aku terbangun dari tidur siangku. Yang membuat aku bangun adalah suara getaran dari handphoneku. Ada sebuah pesan singkat masuk. Setelah aku buka kunci di hpku, ternyata yang mengirim pesan itu adalah Arvi. Baru saja aku selesai membaca namanya, jantungku langsung berdegup tak menentu. Lalu aku buka pesan singkat darinya. Arvi hanya mengirim pesan yang berisi sekedar menyapa. Dengan lincah tanganku mulai menari-nari diatas keypad handphoneku. Sejak saat itu aku mulai sering berkiriman pesan singkat dengannya. Virus yang pernah kurasakan terhadapnya sepertinya semakin menjadi. Aku berfikiran pesan singkat yang dia kirim kepadaku memiliki arti lain. Dan kini, sosoknya adalah bukan sosok yang menghantuiku. Bahkan berubah drastis, Arvi menjadi penyemangatku.


*  *  *

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates