“Hari ini jadikan ngerjain naskah
drama dirumahmu sekalian nginep?” ,tanya Amel kepadaku meminta kepastian. “Ya jadi dong.” ,jawabku enteng. Aku dan
teman-teman keluar dari gerbang sekolah menuju tempat diamana ayahku menjemput.
Tidak perlu menunggu waktu lama , aku dan teman-teman langsung meluncur
kerumahku. Perjalanan dari sekolah menuju rumahku hanya membutuhkan waktu
sekitar 10 menit saja. Setelah sampai dirumah, aku dan teman-teman langsung
menaruh tas di dalam kamarku. Lalu kami makan siang dan melaksanakan ibadah
sholat dzuhur terlebih dahulu. Setelah itu barulah kami mengerjakan tugas.
Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa menyelesaikan tugas ini. Tapi pada
akhirnya tugas kami terselesaikan. Karena jenuh dan sedikit gerah, Nanda menuju
ke jendela kamar dan membukanya. Nanda penasaran dengan buku berwarna merah
yang berada diatas meja dekat jendela. Dengan hati-hati ia mengambil buku itu. “Arla, ini buku dirymu? Boleh aku baca?”
,tanya Nanda dengan ragu. “Em… iya deh
boleh.” ,jawabku singkat. Aku memperbolehkan teman-temanku membaca diaryku
karena aku sangat percaya kepada mereka. “Yang
dibacain duluan yang paling terbaru dula aja.” ,pinta Astri yang begitu
antusias.
~ 22 April ~
Mungkin
seperti matahari yang memberi cahaya dibumi. Mungkin seperti malaikat yang
memberi ketenangan hidup. Mungkin seperti lilin yang mampu menerangi kegelapan.
Dan mungkin salah satu makhluk yang bisa
dan dapat sebagai penyamangat didalam hidup ini.
Saat
itu. Saat kubuka jendela. Saat kubuka mataku. Saat kubuka lembaran baru
kehidupanku, hanya kamu yang muncul didalam benakku. Sosokmu yang begitu indah.
Sosokmu yang begitu tenang. Sosokmu yang pendiam. Sosokmu yang yang begitu
dingin, mengubah segalanya.
Hari
demi hari kulalui.
Pada awalnya mungkin berasa kosong. Namun. Sosokmulah yang dapat mengisi
hari-hariku. Menjadi penyemangatku dan menjadi malaikat dalam hidupku.
Siapakah
sosok itu?
Sosok yang selama ini aku dambakan, yang selama ini ada didalam hatiku, yang
selama ini bagaikan malaikat itu?
Sosok
yang mungkin aku kenal begitu indah, begitu baik, begitu berwarna, namun? Apakah kesimpulan yang aku buat dan
aku yakini ini adalah fakta? Ntahlah. Yang aku rasakan sekarang, aku hanyalah
seorang manusia yang hidup seperti teh tanpa gula—tawar. Atau bahkan lebih
mendekati secangkir kopi panas tanpa gula—panas dan pahit. Atau mugkin seperti
air mineral yang tidak berasa apa-apa.
Kamu
datang padaku jika kamu membutuhkan aku? Apakah aku hanya sebagai manusia yang seperti koran, yang setiap kamu
membutuhkan informasi kamu akan membacanya dengan baik namun setelah terlalu
banyak tumpukan koran yang sudah lalu, lalu kamu akan membuangnya begitu saja?
Tidak bisa lebih baikkah aku sedikit dimatamu? Sebegitu burukkah kamu dalam
menilaiku?
Kedekatan
yang mungkin kamu anggap tidak ada maksud dan makna lain selain hubungan teman,
namun? Taukah kamu?
Bagaimana aku menilai tentang kedekatan itu? Aku tau, aku terlalu berlebihan
melihat kenyataan yang ada. Memang, pada awalnya aku tidak bisa memilikimu.
Harapan yang selama ini aku inginkan hilang terbawa angin dan taukah kamu
bagaimana perasaanku pada waktu itu? hhmh… namun pada akhirnya aku berusaha
untuk merelakan kenyataan ini. Yang walau pada akhirnya aku sempat memilikimu.
Ya, aku
sempat bersamamu.
Aku sempat memilikimu. Aku sempat bahagia bersamamu. Harapan yang selama ini
aku inginkanpun datang. Hari demi hari kita lalui bersama. Bagai dua sosok
makhluk yang tidak punya masalah, yang selalu senang, yang selalu mengerti satu
sama lain, dan saling menyayangi. Namun, kebahagiaan itu tidak berangsur lama.
Bahkan sangat sebentar. Ntah apa yang mendorongku untuk memilih keputusan itu.
Keputusan yang menurutku adalah keputusan yang terbaik. Namun? apakah itu benar?
Taukah
kamu? Bagaimana rasanya
jika jarimu atau bagian tubuhmu teriris oleh tajmnya pisau? Ya, pasti terasa
sangat sakit dan perih. Itulah perasaanku waktu itu. Puncak rasa kesakitan hati
ini, setelah sekian lama harus dan terus bersabar dan berlapang dada. Kenyataan
yanga da, kamu masih menyayangi dia? Kamu bahkan berharap bisa kembali lagi
bersamanya? Lalu? Apa maksud kamu dulu pernah mengucap rasa sayang itu
kepadaku? Apa maksudmu? Yang walau pada akhirnya kamu ternyata masih
menyayanginya.
Apakah sebagai tanda permintaan maafmu
karena kamu merasa terlalu banyak salah denganku? Apakah hanya cukup sebagai sarana
supaya aku puas, karena kamu tau jikalau aku memang menyayangimu sejak lama?
Atau apa? Apa maksud kamu? Apa kamu ingin mempermainkanu?
Ya Allah… seberapa besar dosa yang
telah kuperbuat? Kenapa Kau memberiku cobaan yang berat ini? Maafkanlah aku,
karena aku mungkin tidak bisa menempuh rintangan ini.
Soal cinta yang penuh dengan
penghianatan? Atau? Penuh paksaan? Atau kebohongan? Ntahlah, semua ini adalah
rencana tuhan. Sebagai menusia biasa kita hanya bisa menjalani dengan semua apa
yang sudah menjadi kehendaknya. Aku juga tidak sempurna. Maafkan semua
kesalahanku. Buat kamu, terimakasih sudah turut hadir dalam kehidupanku. Sudah
memberikan goresan luka dihati ini, dan aku akan terus mendoakan semua yang terbaik untukmu. Amin~
“Uu… Arla yang sabar ya. Pasti ada kok yang
jauh lebih baik dari dia. Tetap semangat ya.” ,komentar Amel saat Nanda
selesai membacakan isi diaryku. Teman-temanku yang lain juga setuju dengan apa
yang dibilang Amel. “Iya, terimaksih ya
teman-teman. Aku sadar, didunia ini aku juga masih punya keluarga dan
teman-teman yang jauh lebih sayang sama aku, dan aku nggak boleh ngecewain
mereka. Tetap semanga dalam menjalani hidup!” ,pernyataanku penuh semangat. “Setuju!” ,teman-temaanku berteriak. “Yaudah yuk, ini udah malam. Selamat tidur
teman-teman.” ,kataku kepada teman-teman. Cklek! Aku mematikan lampu kamar.
* * *
Ini
adalah cerpen yang aku buat untuk mengerjakan tugas
b.indo.
Bu Endang, guruku bahasa Indonesia menyuruh untuk membuat cerpen sesuai
dengan
pengalaman pribadi. Karena aku bingung banget mau bikin cerpen apa lalu
aku
memutuskan untuk membuat cerita ini. Cerita ini enggak sama persis dengan
kenyataan
tapi ada banyak perubahannya~
1 komentar:
ini endingnya yah ?
Posting Komentar