Hari demi hari berlalu. Hubungan pertemananku dengan Arvi semakin
dekat. Aku menjalani hari-hariku dengan riang. Teman-temanku kini mengerti
perubahan sikapku. Yang mereka bisa lakukan hanyalah mendukung aku dari
belakang. Aku dan teman-teman berfikir, kedekatanku dengan Arvi sampai saat ini
bukan hanya sebagai hubungan pertemana biasa. Namun disertai dengan suatu
perasaa tersendiri. Tetapi ternyata perkiraanku dan teman-teman selama ini
salah besar. Arvi ternyata tidak memiliki perasaan tersendiri terhadapku. Ia
menganggap hubunganku dengan dia selama ini hanya sebagai pertemanan biasa. Namun
aku yang terlalu percaya diri dan menganggap berlebihan. Kenyataan yang ada
ternya Arvi baru saja memiliki pacar baru. Orang itu adalah salah satu murid
samping kelasku.
Perasaanku saat itu hancur seketika.
Marah, sedih, kecewa semua tercampur menjadi satu. Saat itu aku menangis.
Menangis karena kecewa. Orang yang selama ini sudah aku anggap sebagai
penyemangatku ternyata lebih memilih orang lain dibanding aku. Teman-temanku
hanya bisa membantu membesarkan hatiku. Saat itu aku kembali trepukul. Sosok Arvi
kembali lagi seperti sosok yang menghantuiku. Aku hanya bisa bersabar dan
berlapang dada menerima kenyataan yang ada. Selama ini aku sudah salah. Aku
sudah beranggapan yang berlebihan. Aku berfikir, aku harus melupakan semuanya
tentang Arvi. Aku berusaha bangkit supaya tidak terlalu lama trepuruk. Tapi
hasilnya nihil. Kenyataan yang ada, aku seperti tidak memiliki semangat hidup.
Teman-teman dekatku sudah sangat berusaha menghiburku, tapi tetap saja aku
belum bisa menerima kenyataan. Aku ingin sekali melupakannya dan aku akan terus
berusaha seiring dengan berjalannya waktu.
Teman-temanku merasa tidak terima.
Mereka sayang sekali denganku. Mereka tidak ingin membuat orang yang mereka sayangi
tersakiti. Akhirnya setelah berfikir panjang, aku dan temna-teman memutuskan
bertemu secara pribadi dengan Arvi. Aku dan teman-teman ingin meminta
penjelasan tentang sikap yang dia berikan selama ini kepadaku. Karena bisa
dibilang sikap yang Arvi berikan adalah sikap yang memberikan harapan. Tapi
ternyata tidak. Arvi beranggapan hubungannya selama ini denganku hanyalah
sebatas pertemanan biasa. Itu kesimpulan yang aku dapat setelah dia mengirim
pesan singkat kepadaku sepulang kami bertemu dengannya. Tidak tau kenapa pada
saat bertemu Arvi tidak berbicara banayak. Tapi diisi pesan singkat darinya dia
bisa menjelaskannya. Arvi merasa bersalah denganku, lalu di meminta maaf
melalui pesan singkat itu.
Setelah kejadian itu, aku dan Arvi
kembali sering berkirim pesan singkat. Aku berusaha melupakan semuanya yang
sudah terjadi tentang aku dan Arvi. Aku juga berusaha menghilangkan virus
cintaku terhadapnya. Selain itu, aku juga menancapkan kalimat ‘Arvi adalah temanku dan tidak lebih’
didalm benak fikiranku. Kini hari-hariku berjalan kembali seperti biasanya.
Tanpaku duga, ternyata hubunganku dengan Arvi kembali dekat. Bahkan sngat
dekat. Karena aku tidak mau terjebak dalam perangkap cintanya lagi, aku
menganggap kedekatanku dengannya adalah suatu hal yang biasa. Hubungan Arvi
dengan teman samping kelasku ternyata tidak berangsur lama. Sebagai teman yang
baik, maka aku berusaha untuk menghibur dan membesarkan hatinya. Karena saat
ini aku tau pasti Arvi sangat merasa terpuruk. Aku merasa kasian sekali
dengannya. Walaupun aku sempat merasa disakitinya, tapi aku sangat tidak tega
jika dia sedang sedih sama seperti sekarang ini. Apa iya aku seperti ini karena
aku sudah terlanjur menyayanginya?
* * *
0 komentar:
Posting Komentar